Berita TerkiniNasionalSejarah

Abah Anton Charliyan : History Lahirnya Kerajaan Padjadjaran

IdentikPos.com, Jawa Barat – Lahirnya Kerajaan Padjadjaran menjadi sebuah kerajaan yang memiliki histori unik. Menurut salah satu referensi dari buku sejarah Jawa Barat karangan Yosef Iskandar, dikatakan bahwa Kerajaan Pajajaran itu lahir karena adanya konflik antara 2 kerajaan besar di Tatar Sunda, yakni Kerajaan Galuh yang berkedudukan di Kawali, Ciamis, dengan Kerajaan Sunda yang berkedudukan di Pakuan, Bogor.

Kerajaan Galuh di bawah kekuasaan Prabu Niskala Dewa dan Kerajaan Sunda di bawah Kekuasaan Prabu Susuk Nunggal. Padahal, kedua raja tersebut merupakan saudara kandung, yaitu Putra Prabu Wastu Kencana.

Konflik tersebut rupanya sulit untuk dilakukan perdamaian yang mana malah semakin tajam dan berujung ke arah terjadinya perang saudara. Dimana Keduanya sudah menyiapkan Pasukan untuk Berperang. Padahal sebagaimana diketahui, Gotra Yudha (Perang Saudara) merupakan pantangan bagi raja-raja di Tatar Sunda Galuh sejak zaman leluhur-leluhur mereka.

Pesan Sang Wretikendayun, “Jika terjadi perang saudara antarkeluarga, maka keturunan Galuh akan tumpur (habis) dan rakyat akan sengsara.” Bahkan, Pesan larangan Gotra Yudha itu sudah ada sejak zaman Salaka Nagara sebagai Kerajaan Sunda pertama tahun 130 Masehi.

Siapapun rajanya, bila sudah diingatkan tetap keras kepala tetap ingin berperang, menurut ajaran Tritangtu Dibuana, bisa diturunkan oleh Rama dan Resi. Sehingga dengan demikian adanya sistem Tritangtu Dibuana tersebut, raja-raja di Tatar Sunda tidak berkuasa mutlak. Masih ada penyeimbang dan pengontrol, yakni Rama dan Resi.

Hal ini juga pernah terjadi pada masa terjadi konflik antara Raden Sanjaya sebagai Raja Sunda dan Kalingga (pamannya) dengan Raja Galuh, Sang Manarah Prabu Ciung Wanara (keponakan) pada tahun 739-740 Masehi yang hampir terjadi perang hebat, namun berujung damai dengan turunnya Rama dan Resi Demunawan. Peperangan tersebut berakhir dengan Musyawarah Sawala Mapulungrahi yang melahirkan 10 kesepakan damai, sehingga perang bisa dihentikan.

Tidak Demikian dengan kejadian antara Prabu Niskala Dewa dengan Prabu Susuk Nunggal. Rupanya keduanya sulit untuk didamaikan. Oleh karena itu, sebagaimana amanat para leluhur pendahulu Sunda Galuh, daripada Tatar Sunda beserta keturunan-keturunannya hancur dan rakyat menderita, maka kedua raja tersebut dipersilakan untuk segera turun dari singasana dengan ksatria & terhormat karena telah melanggar pantangan leluhur.

Walaupun demikian, tentu saja harus ada solusi yang tepat, adil, dan bijaksana. Dimusyawarahkanlah suatu solusi, yakni Prabu Jaya Dewata (putra kandung Prabu Niskala Dewa) sebagai perwakilan dari Kerajaan Galuh dan Ni Kentring Manik Mayang Sunda (putri kandung Prabu Susuk Nunggal) sebagai perwakilan Kerajaan Sunda untuk keduanya disatukan/dijodohkan menjadi suami-istri sebagai Raja dan Ratu. Peristiwa tersebut terjadi pada tahun 1482 M. Sejak saat itu, kedua kerajaan tersebut dilebur/disatukan.

Sejak itu, tidak ada lagi egosentris sebagai Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh. Keduanya menjadi satu spirit yang baru, yakni Kerajaan Padjadjaran. Arti dari “Padjadjaran” itu sendiri ialah sebagai kerajaan yang sejajar, berjajar menjadi satu, sama derajat, tidak ada yang lebih tinggi ataupun lebih rendah. Bersanding menjadi satu biduk antara raja dan ratu, sehingga tidak ada lagi konflik antara kedua belah pihak.

Ditutup cukup sampai disitu, bahkan Keputusan Rama dan Resi ini berakhir dengan kebahagiaan, persaudaraan. Perjodohan sebagai suami-istri antara raja dan Ratu dalam bingkai tatananan baru Kerajaan Padjadajaran. Sebagaimana tersirat dalam Naskah Babad Sumedang Sumadidjaya halaman 9: “Kabukti Negeri Galuh gumanti ku Padjadjaran ku Prabu Siliwangi” (Terbukti Negeri Galuh berganti dengan Pajajaran oleh Prabu Siliwangi).

Adapun dalam Pantun Bogor, “Pakujajar Beukah Kembang” dikatakan: “Ceuk Prabu Anom, sugan inget kénéh Éyang? Saha anu ngadegkeun Ieu Nagara Padjadjaran?” (Prabu Anom berkata, masih ingatkah Eyang? Siapa yang mendirikan Negara Padjadjaran?).

“Méméh ngadeg Padjadjaran nu munggaran, ngarana teh Nagara Sunda” (Sebelum berdirinya Padjadjaran yang pertama, nama sebelumnya adalah Negara Sunda).

Tersirat jelas bahwa Kerajaan Sunda adalah kerajaan pendahulu sebelum Kerajaan Padjadjaran berdiri. Dengan demikian, Kerajaan Padjadjaran ada dan berdiri dari Kerajaan Sundan dan Galuh. Menyatukan dua kerajaan jadi satu dengan nama baru. Memiliki arti satu sama lain Berbeda. Padjadjaran, ya Pajajaran. Sunda, ya Sunda, Galuh, ya Galuh sesuai dengan wayah (waktu), willayah (tempat), dan lampah (lakonnya).

Karena masih banyak silang pendapat tentang eksistensi keberadaan dan nama Padjadjaran sebagai sebuah kerajaan. Ada yang mengatakan Padjadjaran itu hanyalah sebuah nama ibukota saja, kerajaanya adalah Sunda. Ada juga yang berpendapat bahwa memang Padjadjaran itu sendiri merupakan suatu emperium sebagai suatu kerajaan yang eksis berdiri sendiri.

Terlepas apakah nama Padjadjaran itu sendiri sebagai sebuah kerajaan atau nama ibukota, yang jelas dari catatan naskah-naskah di atas tersirat dan tersurat bahwa, Padjadjaran merupakan nama resmi suatu negeri, atau kerajaan yang berkuasa di Tatar Sunda Jawa Barat setelah Kerajaan Sunda dan Galuh melebur menjadi satu. Sehingga, untuk melacak Kerajaan Padjadjaran ini diperlukan kelapangan hati karena banyak terjadi kesimpangsiuran dan pro-kontra dengan berbagai alternatif kepentingan serta berbagai sudut pandang sisi Keilmuan.

Hal ini sejalan dengan yang tersirat dalam Pantun Bogor, “Napak dina uga Sunda” yang berbunyi: “Mapay lacak Padjadjaran mah mudu bari rubak Amparan” (Mencari jejak Pajajaran itu harus dengan hati yang bersih dan lapang).

“Anu engké baris murwa anu saestuna, bari ngajarkeun deui Padjadjaran di tengah-tengah zaman Bangsa Sunda, ngaleungitkeun jiwa Sunda” (Yang nanti akan membuka ceritera yang sesungguhnya, sambil mengajarkan lagi ‘spirit’ Padjadjaran di tengah-tengah Bangsa Sunda yang sudah kehilangan jiwa sundanya).

Lahirnya Pajajaran itu sendiri sebagai suatu negara, emperium, atau kerajaan besar, juga tercatat dalam Prasasti BatuTulis Bogor: “Sribaduga Maharaja Ratu haji di Pakwan Padjadjaran sebagai Maharaja Penguasa Padjadjaran”; Babad Ratu Pakuan Dangdanggula no 274/3: “Rakanipun Dados Papatih Nagara Padjadajaran”; Naskah Turunan Timbang Anten: “Prabu Siliwangi Raja Padjadjaran”; dan lainnya.

Catatan tersebut lebih diperkuat dengan adanya catatan narasi dari Brandes dan RA Kern, peneliti Belanda (1911-1913) dalam Babad Cirebon yg berbunyi: “Recounts that Walangsungsang and his sister Rarasantang, mother of Sunan Gunung Jati were the children of the King of Padjadjaran” (Walangsungsang dan adiknya, Rarasantang, ibu dari Sunan Gunung Jati adalah putra dari Raja Kerajaan Padjadjaran); Babad Cirebon Narative accounts of some Cirebonese Holymen – Brandes.

lebih lanjut dlm babad Cirebon tsb dikatakan juga: “Iki caritane sajaktose wonten pawestri ajoe nenge (Rr. Rarasantang) asal moelane saking Negeri Pajajaran” (Ini cerita yang sebenarnya ada seorang perempuan cantik sekali yang asal mulanya dari Negeri Padjadjaran); Dangdanggula baris ke-7, Ie Gezang Dangdanggula, Transcript naar no 36 Vande Colektie Brandes. Disini jelas Padjadjaran disebut sebagai suati negara atau negeri, bukan Negara Sunda.

Lebih ditegaskan berdasarkan pendapat Crawfurd, peneliti Inggris yang mengutip dari perjalanan Tom Fires, Penjelajah Portugis yang pernah singgah di Keraton Pajajaran: “Padjadjaran adalah nama sebuah kerajaan kuno di Jawa, Ibukotanya berada di wilayah Sunda. 40 mil di Timur Batavia”. Dugaan ini muncul akibat ditemukanya pondasi istana dan Batu Prasasti, John Crawfurd A Descriptive Dictionary of the Indian Island and adjacend Countries.

Demikian juga dalam Naskah Carita Purwaka Nagari Caruban – Pangeran Arya thn. 1720 no. 39 Pupuh bag. III, disebutkan juga tentang Pajaran merupakan sebuah Negara atau sbg suatu Kerajaan :

Negeri Surantaka merupakan bawahan Negeri Padjadjaran (Pajajaran merupakan sebuah negeri, bukan Negeri Sunda atau Galuh)
Raden Pamanah Rasa bergelar Prabu Siliwangi dinobatkan menjadi Maharaja Pakwan Padjadjaran. (Istilah “Pakwan Pajajaran” itu sendiri baru ada setelah Sribaduga jadi Maharaja. Sebelumnya ketika masih dibawah kekuasaan Raja Sunda, hanya dikenal sbg Pakuan saja. Pernah juga jadi Ibukota Kerajaan Galuh, dikenal dengan nama Galuh Pakuan. Saat jadi Ibukota Kerajaan Pajajaran dikenal dengan sebutan baru, Pakuan Padjdjaran, yang artinya Pakuan saat itu merupakan ibukota dari Kerajaan Padjadjaran.

Dari uraian naskah-naskah di atas tadi, kiranya sudah cukup Jelas sejarah awal Kelahiran Padjadjaran sebagai suatu negara/kerajaan yang berdiri sendiri, bukan sebagai Kerajaan Sunda yang selama ini sering dianalogikan beberapa peneliti dan ahli. Tapi, nama kerajaan saat Sribaduga duduk sebagai Maharaja, bukan lagi bernama Kerajaan Sunda, namun bernama Kerajaan Padjadjaran.

Lalu kenapa sering ada yang menyebut juga sebagai Kerajaan Sunda?

Hal itu tidak terlalu bisa disalahkan, karena memang baik Raja Padjadjaran, rakyat Padjadjaran, wilayah Padjadjaran, adalah wilayah Sunda, trah Sunda, suku Sunda, urang Sunda, Bangsa Sunda, sehingga Padjadjaran identik juga sebagai “Negaranya Orang Sunda”. Supaya mudah, orang luar menyebutnya dengan “Negara Sunda”.

(RED)

Sumber : Irjen. Pol. (Purn.) DR. Drs. H. Anton Charliyan M.P.KN – Pemerhati Sejarah dan Budaya.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Back to top button